Seorang Pati dari
kesultanan Palembang bernama Abdul Hamid yang berasal dari keturunan kerajaan
Pulau Jawa dan menetap di Kesultanan Palembang. Beliau terkenal dengan beberapa
keahliannya seperti rancang bangun, melukis, mengukir/memahat bahkan menyiapkan
rencana-rencana yang akan dilakukan oleh Istana. Beliau sangat dekat dan sudah
dipercaya layaknya anggota keluarga oleh Sultan.
Pada suatu masa seseorang
bernama Syahdan mendapat mandat dari
Kesultanan Palembang untuk dibuatkan sebuah lukisan untuk permaisurinya kepada Abdul Hamid, lalu Abdul Hamid menyanggupiya
dengan senang hati. Siang dan malam dia melukis permaisuri demi Sultan.
Mendekati tahap akhir pengerjaan lukisan tersebut Sultan mendatangi Abdul
Hamid dengan maksud ingin melihat hasil lukisan yang dibuat olehnya. Sultan
kelihatan senang dan menunjukkan binar muka yang puas atas lukisan yang
dikerjakannya.
Makam Usang Sang Sungging |
Pada suatu malam,
Abdul Hamid melanjutkan pekerjaannya melukis permaisuri dengan sangat hati-hati
dan ahirnya dapat di selesaikannya dengan baik, sambil menatap hasil
pekerjaannya, ia membayangkan wajah kegembiraan Sultan. Lama dia berdiam sampai
dia tertidur sekejap. dan tanpa disadarinya tinta yang digunakannya menetes ke
lukisan yang sudah jadi tersebut.
Keesokan harinya
dengan perasaan bangga, Abdul Hamid menghadap Sultan dan menyerahkan lukisan
yang dibuatnya. Alangkah terkejutnya dia, bukannya pujian yang diterima tetapi
malah caci maki. Melihat lukisan tersebut, Sultan murka dan marah tanpa bisa
terbendungkan. Sultan menghardik Abdul Hamid dengan pertanyaan yang penuh
kecurigaan, dari mana Abdul Hamid tahu kalau
di paha kiri atas (dekat kemaluan) istrinya terdapat tahi lalat sebagaimana hasil lukisan tersebut. Mendapat hardikan pertanyaan tersebut Abdul Hamid justru bingung bukan kepalang. Usut punya usut ternyata hasil tetesan tinta yang tanpa disengaja dan disadari oleh Abdul Hamid waktu dia mengantuk malam itu jatuh tepat di paha sebelah kiri atas dari lukisan permaisuri, sehingga menyebabkan Sultan menuduh jika Abdul Hamid telah berselingkuh dengan istrinya.
Makam Usang Sang Sungging |
di paha kiri atas (dekat kemaluan) istrinya terdapat tahi lalat sebagaimana hasil lukisan tersebut. Mendapat hardikan pertanyaan tersebut Abdul Hamid justru bingung bukan kepalang. Usut punya usut ternyata hasil tetesan tinta yang tanpa disengaja dan disadari oleh Abdul Hamid waktu dia mengantuk malam itu jatuh tepat di paha sebelah kiri atas dari lukisan permaisuri, sehingga menyebabkan Sultan menuduh jika Abdul Hamid telah berselingkuh dengan istrinya.
Mendapat tuduhan
seperti itu, Abdul Hamid berusaha menjelaskan hal yang sebenarnya. Akan tetapi,
kemarahan Sultan sudah tidak bisa dibendung lagi. Lalu Abdul Hamidpun diminta
meninggalkan istana bahkan diancam akan dihukum gantung. Mendapati situasi yang
tidak menguntungkan seperti itu, Abdul Hamid beserta hulu balangnya bergegas
melarikan diri dengan menggunakan perahu. Tanpa arah tujuan yang jelas mereka
terus menyusuri sungai menuju pedalaman demi menghindari kejaran tentara
Sultan.
Berbulan-bulan mereka
mengayuh perahu. Dari Sungai Ogan menyusuri sebuah lebak yang dikenal dengan nama
Lebak Meranjat. Suatu hari mereka beristirahat di sebuah hutan belantara di hulu lebak
Meranjat yaitu Tanjung Batu, yang pada akhirnya Abdul Hamid dan para
pengawalnya menetap di sini, berdiam diri, bergaul di daerah tersebut sembari
mengajarkan keahliannya dalam hal bertukang, memahat, membuat perhiasan, hingga
menyebarkan ajaran agama Islam serta turut serta merancang puncak Masjid
Al-Falah Tanjung Batu yang sekarang masih berdiri kokoh di Kampung Tiga Tanjung
Batu. Karena keahlian dan kepandaiannya kian hari keberadaan Abdul Hamid dan
pengikutnya semakin mendapat tempat dihati penduduk. Karena berbagai
keahliannya ini terutama sekali keahliannya sebagai tukang kayu dan tukang
pahat, maka oleh penduduk setempat beliau diberi gelar Usang Sang Sungging
(Sang Sungging).
Mimbar Masjid Al-Falah Tg. Batu |
Singkat cerita di
daerah ini ada seorang puteri cantik yang tinggal
Masjid Al-Falah Tg. Batu |
Mendengar berita
tersebut, Sang Sungging pun tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya dan
memutuskan untuk segera bertemu Sang Puteri. Setelah kedua insan tersebut
berjumpa, diketahuilah bahwa Puteri tersebut bernama Nafisah. Konon karena
kecantikan rupanya dan kulitnya agak kemerah-merahan seperti buah Pinang Masak,
maka oleh penduduk setempat ia dijuluki Puteri Pinang Masak.
Siapa dan dari manakah asal usul Putri Senuro
atau Putri Pinang Masak?
Puteri Senuro nama
aslinya Nafisah berasal dari daerah Banten, Jawa Barat sebelum sampai ke Desa Senuro ia bermukim di
Empat Ulu Laut tepian Sungai Musi. Berita bermukimnya seorang puteri di ulu
laut Palembang yang kecantikannya tiada tara serta tandingannya di seluruh
kerajaan Palembang tersebar luas dikalangan anak pembesar kerajaan, serta
menjadi pembicaraan hangat para pemuda di seluruh negeri, sehingga banyak yang
berlomba ingin mendapatkannya. Berita ini didengar juga oleh Sultan Palembang
sehingga timbullah hasrat Sultan untuk membuktikan kebenaran dari cerita tersebut
dan melihat dari dekat kecantikan Sang Puteri. Jika memang benar, muncul
hasratnya untuk menjadikan Sang Puteri sebagai gundik, penambah gundik yang
telah ada di istana.
Sultan langsung
mengutus beberapa pengawal istana untuk menjemput puteri dan membawanya ke
istana. Sebelum para pengawal datang, puteri rupanya sudah lebih dulu
mengetahuinya. Puteri sangat bersedih hati, berusaha dan berikhtiar
bagaimana caranya menghindari hal tersebut. Bahkan akhirnya Puteri bersumpah
lebih baik mati daripada menjadi gundik Sultan. Namun puteri juga sadar bahwa
untuk menghindari kekuasaan Sultan dan para pengawalnya adalah suatu upaya yang
tidak mungkin.
Puteri dan keluarganya
lalu mencari cara bagaimana mengelabui para pengawal istana yang hendak
menjemputnya. Akhirnya munculnya tipu muslihat untuk mengelabui mereka. Sebelum
para pengawal istana tiba, Puteri merebus jantung pisang. Setelah dingin, air
rebusan jantung pisang itu lalu dibuat mandi oleh Puteri, akibatnya badan
Puteri menjadi hitam pekat, kotor dan kelihatan menjijikankan dan kemolekannya
menjadi hilang.
Ketika para Pengawal
Sultan sampai dirumah Puteri Nafisah, mereka sangat terkejut dengan pemandangan
ditemui. Mereka menjadi ragu apakah benar orang yang berdiri dihadapan mereka
adalah Puteri Nafisah yang kecantikannya menggemparkan seluruh negeri itu.
Timbul keragu-raguan di hati mereka untuk membawa Puteri, namun karena ini
adalah perintah Sultan dan tidak boleh dilanggar, maka akhirnya mereka membawa
juga Puteri Nafisah ke istana untuk dipersembahkan kehadapan Sultan.
Sesampai di istana
mereka langsung menghadap Sultan berikut Sang Puteri. Begitu melihat sosok yang
berdiri dihadapannya, Sultan bertanya kepada para pengawalnya, apakah benar
yang mereka bawa ini adalah Puteri Nafisah yang terkenal kecantikannya
tersebut. Dengan kalimat tercekat, para pengawal mengiyakan. Lalu Sultan
mengulangi pertanyaannya, kali ini ke arah Puteri Nafisah. Mendapat pertanyaan
tersebut Puteri Nafisah diam saja. Mendapatkan kondisi tersebut, murkalah Sang
Sultan dan seketika itu Puteri Nafisah di usir keluar dari istana. Maka dengan
bergegas Sang Puteri meninggalkan istana dan kembali kerumahnya.
Mengetahui tipu
muslihatnya berhasil, Puteri dan keluarganya merasa senang tiada terkira.
Seiring dengan perjalanan waktu, mereka pun kemudian hidup tenang dan terlepas
dari niat Sang Sultan. Namun, kondisi ini ternyata tidak berjalan semulus yang
mereka harapkan. Cerita kecantikan Sang Puteri ternyata masih tetap menjadi
buah bibir di kalangan khalayak. Sultan pun penasaran dan mengutus para
penyelidik istana untuk menyelidiki kabar yang berhembus tersebut. Para
penyelidik bekerja secara diam-diam dan dengan sangat cermat. Setelah melakukan
pengamatan beberapa lama, para penyelidik istana akhirnyamendapatkan fakta yang
sebenarnya. Mereka juga mengetahui tipu muslihat Sang Puteri ketika menghadap
Sultan sebelumnya.
Mendengar laporan dari
para penyelidiknya, Sultan marah bukan kepalang. Diperintahkannya kembali
pengawal untuk menjebut Sang Putri secara paksa. Namun sebelum para pengawal
istana sampai, para pengikut setia Sang Puteri segera menyampaikan berita
tersebut. Mendapati berita itu, Puteri dan keluarganya sangat terkejut dan
sedih bukan kepalang. Mereka berunding, usaha apa kali ini yang harus mereka
lakukan untuk menghindari niat Sang Sultan. Setelah berunding, akhirnya
diputuskan satu-satunya jalan adalah melarikan diri.
Dengan persiapan
seadanya, di suatu malam, bersama dengan dua orang dayang dan dua orang
pengawal, berangkatlah Puteri Nafisah dengan menggunakan sebuah rejung (perahu)
menuju ke uluhan Sungai Ogan. Berbulan-bulan rombongan Sang Puteri menyusuri
sungai dan lebak, sesekali mereka harus menepi dan bersembunyi untuk
menghindari kejaran para pengawal istana. Akhirnya sampailah mereka pada sebuah
lebak yang cukup luas, yaitu bernama
Lebak Meranjat. Di sebuah teluk yang bernama Teluk Lancang, rejung atau perahu
mereka dihadapkan ke teluk tersebut, dan menyusuri sebuah sungai (payo) yang
arusnya sangat deras. Lalu sampailah mereka di suatu tempat yang mereka
perkirakan cukup aman dan tidak mungkin ditemukan oleh para pengawal istana.
Kedatangan seorang
Puteri beserta dayang dan pengawalnya cepat tersebar di telinga penduduk
sekitar. Penduduk pun beramai-ramai tinggal dan menetap bersama Sang Puteri.
Untuk menghilangkan jejak, Puteri Nafisah kemudian mengganti namanya dengan
sebutan Puteri Senuro. Tempat bermukim mereka berkembang menjadi sebuah dusun
yang kemudian diberi nama Senuro, sesuai dengan nama Sang Puteri. Dua dayang
dan dua pengawal putri ikut hidup dan menetap disana. Mereka berjanji akan
menyertai dan menjaga puteri hingga akhir hayatnya.
Ditempat yang baru ini
Sang Puteri menjadi buah bibir para pemuda dan anak-anak orang terpandang di
sekitar wilayah tersebut. Sang Puteri juga mempunyai kepandaian dalam hal membuat
anyaman. Puteri mengajarkan juga kepandaian kepada penduduk terutama kaum
remaja putrinya, terutama anyaman untuk alat-alat memasak yang digunakan
sehari-hari. Puteri juga terkenal dengan keahliannya dalam membuat anyaman yang
tidak tembus oleh air. Sampai akhirnya kabar kecantikan dan keahliannya ini
turut di dengar oleh Sang Sungging.
Sang Sungging begitu
terharu mendengarkan cerita dan pengalaman Putri Nafisah atau Puteri Senuro
ini. Ternyata mereka berdua mengalami peristiwa yang serupa. Dari beberapa kali
pertemuan, keduanya pun sepakat untuk menjalin tali kasih. Keduanya juga tak
segan bercerita mengenai kepandaian masing-masing. Sang Sungging dalam hal
bertukang, memahat, melukis dan membuat kerajinan, sementara Puteri Senuro
dalam hal membuat anyam-anyaman. Sang Sungging juga mendengar jika Sang Puteri
bisa membuat anyaman yang tidak tembus air.
Suatu hari Sang
Sungging ingin dibuatkan masakan gulai kepada Puteri Senuro. Sang Puteri
memenuhi permintaan itu. Setelah gulai masak, dibuatlah sebuah bakul dengan
tudungnya untuk tempat gulai tersebut dan langsung dikirim kepada Sang
Sungging. Mendapat kiriman Dari Puteri Senuro, Sang Sungging langsung membuka
bakul tersebut Sang Sungging, para pengawal dan murid muridnya terkagum
kagum dan heran melihat tak sedikitpun kua gulai itu menetes
keluar. Sang Sungging semakin percaya dan takjub dengan kepandaian Sang Putrti.
Setelah habis gulainya dimakan lalu bakul tadi dikembalikan kepada Puteri
Senuro. Sebagai balasannya Sang Sungging menyuguh (menyerut) papan dengan
umbangnya (hasil suguhan kayu) hampir 9 meter tanpa terputus-putus. Umbang kayu
ini kemudian dimasukkan ke dalam bakul tersebut dan dikirim kembali ke Puteri
Senuro. Oleh Puteri Senuro umbang tersebut kemudian dianyam menjadi bakul. Pada
perjalanannya, bakul inilah yang kemudian menjadi wadah hantaran lauk pauk dari
Sang Puteri ke Sang Sungging.
Kedua sejoli itu
saling berlomba menunjukkan keahlian masing-masing sembari menjaga tali
percintaannya menuju hari pernikahan. Persiapan demi persiapan pun mereka
gencarkan demi menjelang pelaksanaan pernikahan. Sebelum pernikahan terjadi,
datang beberapa orang pengawal Puteri Senuro menemui Sang Sungging membawa
pesan bahwa Sang Puteri sedang jatuh sakit. Dari hari ke hari sakitnya
bertambah parah dan tidak menunjukkan kesembuhan.
Dalam kondisi sakit
parah tersebut Puteri Senuro tetap memikirkan kelangsungan hidup kaumnya. Dia
masih teringat dengan kisahnya dulu dan tidak mau kaumnya kelak mengalami nasib
serupa. Merasa kondisinya sudah tidak bisa diharapkan lagi, sebelum meninggal
Sang Puteri berdoa dan bersumpah kepada yang maha kuasa agar kelak anak cucu
kaumnya di kampungnya biarlah tidak memiliki paras cantik seperti dirinya,
karena kecantikan itu akan membawa kesengsaraan.
Setelah melafazkan sumpah
tersebut akhirnya Puteri Senuro menghembuskan nafasnya yang terakhir. Puteri
wafat dengan meninggalkan empat orang dayang dan dua orang pengawal yang sangat
setia termasuk kekasihnya Sang Sungging. Puteri lalu dimakamkan ditempat
tersebut. Bagi anak cucu kaumnya, Puteri Senuro atau putri Pinang Masak menjadi
pelambang kaum wanita yang menjunjung tinggi martabat. Setelah Sang Puteri
meninggal, dayang-dayang dan pengawalnya bertekad akan tetep berdiam di tempat
itu, dan akan mati berkubur disamping kubur Sang Puteri.
Makam Sang Puteri
beserta dayang dan pengawalnya juga masih bisa dijumpai di desa tersebut. dipelataran
makamnya masih tergantung beberapa helai pakaian Sang Puteri dan oleh penduduk
setempat makam putri senuro ini tetap di pelihara dan di beri kain kelambu.
Dengan adanya sumpah
putri Senuro ini masih terngiang di telinga penduduk Desa setempat. Percaya
tidak percaya, jika kita berkunjung ke desa tersebut maka kita akan menemui
pemandangan seolah mencerminkan sumpah dari Sang Puteri. Apakah ini sebuah
kebetulan? atau memang akibat dari sumpah Sang Puteri. Allahu ‘alam.
Bagaimana dengan Sang Sungging sendiri.
Kembali pada kisah
Usang Sungging dikisahkan bahwa keahliannya dalam bertukang termasuk membuat
ukiran yang diceritakan oleh penduduk desa tersebar dari mulut ke mulut
akhirnya sampai juga di telinga Sultan. Sebelumnya, Sultan telah menyadari
kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging. Setelah mendengarkan penjelasan dari
Permaisurinya dan penasehat istana, Sultan berkesimpulan bahwa tetesan tinta
yang membentuk tahi lalat di paha kiri atas pada lukisan istrinya murni akibat
ketidaksengajaan Sang Sungging.
Sebagai wujud dari
penyesalannya dan sekaligus untuk membuktikan cerita orang tentang keahlian
Sang Sungging, Sultan mengirimkan utusannya. Melalui utusannya ini Sultan
menyampaikan kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging dan juga memesan daun
pintu berukir. Singkat cerita, daun pintu tersebut dapat diselesaikan oleh Sang
Sungging persis seperti yang dikehendaki oleh Sultan. Dari situ Sultan akhirnya
benar-benar percaya dengan berita tersebut.
Lalu Sultan
mengirimkan utusannya kembali, kali ini dalam misi mengajak Sang Sungging untuk
kembali ke Istana. Namun karena Sang Sungging merasa sudah betah dan telah
memiliki ikatan emosional dengan peduduk setempat, ajakan Sultan tersebut ia
tolak dengan penjelasan dan alasan yang halus. Ia tetap pada pendiriannya, lalu
bersama salah seorang muridnya yg bernama " Stai " untuk tinggal dan
membangun bersama penduduk setempat sampai akhir hayatnya. Setelah meninggal,
Sang Sungging akhirnya dimakamkan di sekitar desa pelariannya yaitu di seberang
desa Tg. Batu atau Tg. Batu Seberang, .dan " Stai " ( Muridnya Usang
Sungging ) di makamkan terpisah yaitu di sebuah kampung terpencil
yang sampai saat ini kampung ini
masyarakat setempat menyebutnya Dusun
Petai. Nama Dusun Petai berasal dari Kata Stai ( Nama seorang muridnya Usang
Sungging ) atau biasa di sebut ""Dusun Lamo""./ (
Desa Lama ).
Kisah Dusun Lamo, Tg. Baru Petai dan Tg. Batu
Seberang
Kisah dusun lamo masih ada ikatan dengan cerita Sang Sungging,
terbukti dengan adanya makam Usang Stai
di dusun ini. “Usang Stai” adalah muridnya Sang Sungging. Dari tahun ketahun
hingga berganti abat Masyarakat Dusun lamo ini
satu persatu hijrah ke daerah lain dan terpisah pisah, ada yg ke
Sritanjung, Tg. Pinang, Sri Bandung, Pangkalan Benteng.dll. Mereka yg terpencar
pencar ini tidak membentuk kelompok tapi
langsung menyatu dengan masyarakat yg telah ada sebelumnya. Dan Yang lebih
banyak masyarakat dusun lamo pindah
berkelompok yaitu di wilayah Tanjung Batu
Dengan bekal seadanya
mereka pergi meninggalkan tempat tinggalnya dan hanya membawa harta bendanya
yang dapat di muat dalam rejungnya atau perahu , Mereka pergi meninggalkan
sebuah masjid yg mereka cintai yang di bangun secara gotong royong di
kampungnya, Maaf ketika saya datang ke lokasi ini masalah bekas bangunan Masjid ini tidak tergagas oleh saya padahal menurut cerita para sesepuh bekas bangunanan Masjid itu masih ada. Nantikan kisah selanjutnya Insya Allah saya akan kembali melancong ke lokasi ini lagi. Mereka begitu beratnya meninggalkan masjid ini, namun apa daya tak
mungkin akan ikut di bawa pindah. Masyarakat Dusun lamo cukup terkenal keta’atannya pada ajaran agama islam, dengan
memakai perahu menyelusuri lebak lalu menyeberangi sungai yang cukup deras
yaitu sungai Bule lempur.
Keramat Makam Usang Stai Muridnya Usang Sungging di Dusun Lamo. Gundukan tanah yg saya pegang"arah Kepala " |
Keramat Usang Stai |
Lebak Tanjungan dan Laut Gebang.
Laut Gebang / Tanjungan |
Makam Usang Stai Muridnya Usang Sang Sungging |
Menurut cerita para
sesepuh, laut yang memisahkan dusun lamo ini ( Laut Tanjungan ) dahulunya
sangat dalam dan bersih, dengan riak gelombang air yang cukup besar dan tempat
para nelayan tradidisional masyarakat setempat mencari ikan serta sesekali
sebagai jalur lintas kapal asing dan bersandar, laut ini terhubung ke beberapa kampung/desa
sekitar hingga sampai kesebuah kampung,
dimana kampung ini sebagai salah satu lokasi pesawat Jepang mendarat ( Zaman Penjajahan Jepang ) terdapat lokasi lapangan kapal terbang yaitu kampung Ketiau atau desa ketiau.
Pada tahun 1990an saya
sendiri pernah melancong ke lokasi ini dan memang benar lapangan itu masih ada
namun sekarang tak tahu apa yg terjadi apa masih ada atau tidak, yang jelas
kondisi hutan hutan itu kini tidak ada lagi mulai dari daratan lebak meranjat sampai
ke paling hulu kecamatan Tg. Batu semuanya di jadikan area perkebunan tebuh
oleh pemerintah. Saya tidak tahu
sekarang bekas lapangan terbang
itu masih ada atau tidak.
Pohon Asam Kumbang |
Kembali pada pokok bahasan. Sesampainya di tempat
tujuan mereka mendirikan bangunan
seadanya sebagai tempat tinggal dan menetaplah mereka di kampung ini yang cukup
nyaman menurut mereka karena dusun lamo banyak binatang2 buas. lambat laun
lokasi ini semakin berkembang menjadi sebuah kampung. Pendek cerita semua masyakat dusun
lamo hijrah ke kampung ini hingga semakin lama semakin berkembang wilayahnya
maka berdirilah sebuah kampung menjadi sebuah desa yaitu desa Tg. Baru Petai.
Di lokasi yang baru
ini belum ada masjid, bila mereka mau sholat jum’at, mereka harus pergi ke
kampung sekitar ada yg ke desa Tg. Batu ada yg ke desa Pajar bulan, Senuro atau
kampungnya putri senuro dll. Suatu hari mereka sepakat bermaksud akan mendirikan
sebuah masjid namun lokasinya atau letak bangunannya selalu di permasalahkan,
rembuk punya rembuk mereka punya dua opsi lokasi, ada yg mau lokasi pembangunan
masjid ini di tengah perkampungan, sebagian lagi ada yang mau lokasinya di hulunya
lagi yang menurut mereka ini, lokasinya lebih strategis karena kelak akan
menjadi jalur umum.
Dari hari ke hari
minggu ke minggu berganti bulan dan pada ahirnya tidak ada ke sepakatan masalah
lokoasi pembangunan masjid ini, hingga mereka terpecah menjadi dua kelompok
hingga berkembang sampai sampai membuat batas
wilayah kampung masing masing dan terbelah menjadi dua kampung atau dua
desa. Ada desa Tg. Baru Petai Nama Masjidnya yaitu masjid Al-Hijrah dan desa Tg. Batu Seberang nama masjidnya Masjid
Al-Ikhlas. Kedua desa ini masih satu
keturunan satu nenek moyang dan di pisahkan oleh pembatas desa yaitu Metungan
atau Gorong gorang Air yang terletak di tengah tengah desa.
Sebagaimana disinggung
diatas, dari kedua desa ini memiliki hubungan erat satu sama lainnya yang tak
bisa di pisahkan, dengan terbentuknya pola mata pencaharian penduduknya
cerminan dari Usang Sungging dengan keahliannya sebagai tukang kayu dan pembuat
kerajinan dari tangan telah mewariskan bidang usaha pertukangan / pembuatan
rumah panggung yang sekarang dikenal dengan rumah Knock down ) Tg. Baru
Petai dan Tg. Batu Seberang, .Kerajinan tangan seperti perhiasan pengantin
(dari kuningan), pembuatan perhiasan
dari emas dan perak.Tg. Batu dan Tg. Atap serta pandai besi (pembuatan golok
dan pisau dari besi) Tg. Pinang, Tg. Laut dll.
Berita Terkait
BACA JUGA
- Cara Praktis Membuat Gambar Aminasi pada Blog
- Pantun Ngakak
- Kocak Abis Si Udin
- Cara Mengatasi Memory Card Yang Error
- Bielieve or Not, Suara Terompet Sangkakala Berrgemuruh Di Eropa
- Khasiat Buah Duku Yang Jarang Diketahui
- Pemutih Wajah Alami
- Memulihkan Account Facebook Yang Terkunci/hack atau Di Blokir
- Cara Mudah Reset Manual Printer mp145 / mp140 / mp160 tanpa Software
- MENGATASI WINDOW MEDIA PLAYER TIDAK BISA PLAY
Legenda Menarik, patut di angkat ke layar lebar
BalasHapusBagus Ceritanya. Salam buat Admin.
BalasHapusThanks,dah mampir, Gan..salam kenal juga.
Hapus