Banyak kalangan merasa
bahwa sistem pendidikan terutama proses belajar mengajar, membosankan. Pendidikan
saat ini kurang memberikan kebebasan berpikir, banyak hapalan, mata pelajaran
banyak mengejar kurikulum, mengajarkan pengetahuan bukan keterampilan, dan
banyak mengajarkan logika tanpa melibatkan emosi. Guru sebagai unsur pokok
penanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengembangan proses belajar mengajar,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, karena hal
tersebut merupakan inti dari kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru
kepada siswa. Berkenaan dengan hal ini maka diperlukan strategi yang tepat
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Berikut
ini akan dibahas suatu metode pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif
untuk diterapkan guru dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
A.
Pengertian
Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2006 : 214). Menurut Trianto (2009 : 90 –
91), model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran
yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan
autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari
permasalahan yang nyata. Misalnya, suatu fenomena alam, mengapa tongkat
seolah-olah kelihatan patah saat dimasukkan dalam air ? mengapa uang logam yang
diletakkan dalam sebuah gelas kosong jika dilihat pada posisi tertentu tidak
kelihatan tetapi saat diisi air menjadi kelihatan ? dari contoh permasalahan
nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan
sekedar menghafal konsep.
Pada model ini pembelajaran dimulai
dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja
sama di antara siswa-siswa. Guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan
masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, memberikan contoh mengenai penggunaan
keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas tersebut dapat
diselesaikan, serta menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi
pada upaya penyelidikan oleh siswa.
B.
Ciri-ciri
Khusus Problem Based Learning
Menurut
Arends (dalam Trianto, 2009 : 93 – 94), pembelajaran Problem Based Learning mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau keterampilan akademik
tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara
pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata
autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam
solusi untuk situasi itu.
2.
Berfokus pada keterkaitan antardisiplin.
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki
telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah
itu dari banyak mata pelajaran.
3.
Penyelidikan autentik. Pembelajaran
berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis
dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan,
mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),
membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode
penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
4.
Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik,
video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan
dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada
teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu
alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makaah. Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kererampilan berpikir.
C.
Langkah-langkah
Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Ibrahim (dalam Minarni, 2009 :
12), langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah, terdiri dari 5 langkah
utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi
masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Sintaks
Pembelajaran Berdasarkan Masalah :
Tahap-1 Orientasi
siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3 Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap-4 Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5 Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan.
Penerapan pembelajaran Problem Based Learning memang memerlukan kreativitas dan kemampuan
berpikir kritis guru untuk merencanakan permasalahan yang dapat diungkapkan
dalam pembelajaran. Pembelajaran ini akan lebih mudah diterapkan pada
pembelajaran IPA, di mana guru dapat merencanakan suatu eksperimen kecil yang
harus dilakukan siswa secara kelompok atau individu untuk memahami secara lebih
mendalam mengenai konsep materi yang diajarkan guru. Namun juga dapat
diterapkan pada pembelajaran lain seperti IPS tentunya dengan pokok bahasan
tertentu, misalnya dengan membuat suatu studi kasus dari suatu kejadian di
dunia nyata yang harus dianalisis dan ditanggapi siswa sebagai acuan untuk
memahami konsep materi yang diajarkan guru.
Sumber
daya manusia berkualitas yang dimiliki oleh suatu bangsa sangat mempengaruhi
berhasil atau tidaknya pembangunan
nasional yang dilakukan. Pada akhirnya akan berpengaruh pada keberhasilan suatu
bangsa bersaing di dunia internasional, karena sumber daya manusia merupakan
kekuatan utama sebuah bangsa untuk meraih keberhasilan di masa depan.
Kualitas
sumber daya manusia Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain di
dunia. The United Nation Development Program (UNDP) pada tanggal 2 November 2011
mengeluarkan sebuah laporan Human
Development Index (HDI). Laporan yang dirilis UNDP tersebut,
Indonesia menempati urutan ke 124 dari 187 negara yang di survei dengan
perolehan nilai 0,617. Nilai ini mengalami kenaikan pada dari nilai yang
diperoleh dua tahun terakhir yaitu tahun 2009 sebesar 0,593 sedangkan pada
tahun 2010 sebesar 0,600. Posisi ini di bawah lima Negara Asia Tenggara lainnya
yaitu; Singapura yang menempati urutan 26, diikuti oleh Brunei di urutan 33,
Malaysia di urutan 61, Thailand di urutan 10, dan Philipina pada urutan ke 112.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Gunakan kotak komentar untuk bertanya, menambahkan, memberi saran serta berdiskusi. Jangan Spam dan berbau SARA. (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan)